Pagi yang begitu dingin menyelimuti kawasan desa, Kiran keluar rumah dengan balutan jaket tebal untuk menepati janjinya dengan Bintang, Kiran menyusuri jalan yang kemarin Ia lalui sesekali tangannya mendekap menahan hawa dingin yang menyerang tubuhnya. Kiran menghentikan langkahnya dia melihat Bintang sudah duduk di sana di gubuk yang menjadi tempat mereka untuk bertemu.
“Ternyata anak pesisir dandannya lama ya!” Kata Bintang saat Kiran sudah berdiri di depannya, Kiran hanya manyun menggerutu tak jelas.
“Sebenarnya Kamu mau ngajak Aku kemana sih?” Tanya Kiran penasaran, Bintang tersenyum dan beranjak dari tempat duduknya.
Tanpa basa basi Bintang melangkah sebagai pemandu jalan, Kiran mengikutinya dari belakang, mentari pagi kian terlihat, hawa sejuk yang tadi menyelimuti pun sirna berganti hangat yang memberi semangat para warga desa untuk memulai aktifitasnya.
“Kita mau kemana sih?” Tanya Kiran mulai membuka suara karena dari tadi mereka hanya bungkam.
“Pokoknya ikut saja.” Jawab Bintang singkat dan tetap berjalan.
Mereka berjalan menaiki tanjakan tanjakan batu besar yang membuat kaki Kiran terasa capaek setelah melalui beberapa tanjakan Bintang pun menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Kiran. Ia pandangi wajah Bintang dengan terheran heran.
“Tidak ada apa apa di sini.”
Lagi lagi Bintang hanya melengkungkan bibirnya membuat senyuman yang semakin membuat Kiran penasaran akan sosoknya.
Apa tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain tersenyum!
“Menatapnya jangan ke Aku dong.” Kata Bintang yang memang dari tadi Kiran hanya menatapnya memandangi tiap detail wajahnya.
“Lalu?”
“Kesana.”
Bintang membalikkan badan Kiran yang berlawanan arah, Kiran terkejut dengan apa yang di lihat di hadapannya, sebuah pemandangan yang menakjubkan, hamparan sawah dan ladang terpampang jelas di hadapannya seakan Ia melihat dari sebuah ketinggian, rumah rumah tersusun dengan rapi para petani yang bekerja pun terlihat seperti semut semut yang mengerubungi gula.
“MasyaAllah… Bintang!”
Bintang memang tengah membawa Kiran menaiki gunung yang ada di desanya, memperlihatkan sebuah keindahan yang tak akan ia temui di daerahnya.
“Bagaimana anak pesisir?”
“Ini luar biasa, Aku tak pernah melihat ini sebelumnya.”
“Memang kalau liburan ke sini Kamu tak pernah naik gunung?”
Kiran hanya menggeleng, boro boro jalan jalan ke gunung, ke ladang yang seperti kemarin aja tidak pernah, Ia lebih memilih mengurung diri di kamar, kalau waktu makan tiba baru keluar kamar, sementara kemarin entah mengapa Ia merasa bosan di rumah hingga harus melangkahkan kakinya ke luar dan mempertemukannya dengan Bintang.
Kiran memandangi Bintang yang beristirahat di bawah pohon tak begitu lebat daunnya sudah banyak yang berguguran, namun masih bisa memberikan naugan dengan bantuan pohon pohon rendah di sekitarnya. Ada hal yang ingin Ia tanyakan terkait kejadian semalam yang di lihatnya.
“Bintang!”
“Iya?”
“Sebelumnya Aku minta maaf kalau terlalu ikut campur urusan Kamu.”
“Iya?”
“Semalam Aku melihatmu keluar dari sebuah rumah, apa itu rumahmu?”
“Kalau iya kenapa?”
Kalau iya kenapa Kamu keluar dengan mengendap endap Bintang!
“Memang Kamu mau kemana malam malam keluar rumah?”
Bintang menatap Kiran dengan pandangan terheran heran yang membuat Kiran menjadi salah tingkah.
“Ayo!” Ajak Bintang sambil meranjak dari tempat peristirahatannya.
“Kemana?”
“Kamu mau tahu kan, kemana Aku semalam.”
Kiran hanya mengangguk, Ia pun berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti kemana Bintang pergi.
Setelah turun dari gunung di persimpangan jalan, Bintang melangkah ke arah yang berlawanan dari jalan pulan.
“Kesini.”
Kiran hanya mengekor saja, karena Ia memang tidak begitu mengenal jalan desa. Setelah beberapa menit perjalanan mereka pun sampai di sebuah bangunan lebih mirip gudang.
Bintang segera membuka gudang itu, Kiran di buat takjub melihat isi yang ada di dalam gudang, banyak lukisan yang terpampang di sana.
“Selamat datang di galeri ku.”
“Galeri?”
“Ya, dulu ini adalah gudang tempat penyimpanan hasil panen milik Ayah, tapi ketika sawahnya di jual gudang ini pun nganggur jadi Aku manfaatkan untuk ini.”
Kiran melangkah menatapi setiap lukisan yang ada, mulai dari lukisan pemandangan, sawah yang membentang dan petani yang tengah bercocok tanam.
“Apa semua ini hasil karya mu Bintang?”
“Ya, setiap malam Aku kesini dan menumpahkan hasil karyaku.”
Kiran mengangguk dan melanjutkan langkahnya, membelai lukisan Bintang satu persatu, hingga pandangannya tertuju pada benda yang tertutup kain putih, Kiran menarik kain itu dan terlihatlah sebuah lukisan seorang gadis cantik yang jelas gadis itu bukan dirinya, dengan rambut terurai disamping menutupi sebagian wajahnya.
“Siapa Dia?”
“Namanya Yuan.”
“Yuan?”
“Iya, dulu dia tinggal di sini, sekarang Dia tinggal di surabaya karena papanya di pindah tugaskan di sana.”
“Apa Dia tidak pernah datang ke sini?”
Bintang hanya menggeleng, meratapi lukisan Yuan.