BADAI CINTA; Kisah Perjuangan Gadis Pesisir Membangun Mental (Part 3)

BADAI CINTA; Kisah Perjuangan Gadis Pesisir Membangun Mental (Part 3)
Ketanangan berfikir dan kejernihan dalam menyambut kehidupan yang setiap paginya telah berdiri di depan kita merupakan jalan yang baik untuk menjadi aktivitas harian, karena setiap keceriaan sangat dibutuhkan untuk menjadi manusia yang produktif dan berkembang.

Terdengar Pintu rumah diketuk beberapa kali, Pipit melihat jam di handphone nya dengan mata yang masih ngantuk berat.

“Pukul tiga? Siapa jam segini ketuk pintu, Ibu kemana sih?” Gerutu Pipit pada dirinya sendiri, segera  Ia beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu yang dari tadi tak henti diketuk.

Bacaan Lainnya

“Arjun!” Kata Pipit tak percaya saat tahu siapa yang  pagi pagi buta mengetuk pintu rumahnya.

“Koq sudah pulang?”

“Iya mbk, ini!”

 Arjun memberikan Ikan pada Pipit, mungkin dari Ibunya. Apa mungkin karena kecelakaan kemarin Ibu tak membangunkannya untuk mengambil Ikannya mbah Surti.

“Terimakasih!”

“Mbak, soal kejadian kemarin Saya minta maaf, gara gara Saya baju mbak jadi bau amis.” Kata Arjun yang masih tidak enak sama Pipit atas kejadian kemarin.

“Tak apa, Seharusnya saya berterimakasih kalau enggak ada Kamu mungkin akan lebih memalukan lagi.”

***

  “Pit, tolong antarkan gorengan ini ke kontrakan, biar dimakan Para nelayan.”

Ibu memberikan gorengan pada Pipit untuk diberikan kepada para anak buah  bapaknya ke rumah kontrakan yang memang sudah disediakan Jurangan untuk para nelayan perantauan.

Saat menuju ke kontrakan dari jauh Pipit melihat Arjun tengah turun dari masjid usai menjalankan sholat Isya, dengan berbalut koko putih bersarung hitam dan berkopyah membuat Arjun benar benar beda, Pipit sampai tidak percaya melihatnya.

“Arjun..” Panggil Pipit sambil lari mendekati Arjun yang sudah sampai di depan kontrakan.

“Mbak Pipit?”

“Kamu.. Sholat?”

“Emang kenapa kalau Aku sholat?”

“Ah, tidak..”

“Mbak mau kemana?”

“Ini ada gorengan dari Ibu!’

“Wah.. buat Aku?”

“Ih.. bukan, buat yang lain juga. Emang yang lain kemana koq sepi.”

“Biasa ada yang ngopi ada juga yang lagi minum toak di TPI”

“Nelayan emang gitu kalau gak melaut pasti minum toak,  kenapa sih semua nelayan suka toak?”

“Ada koq nelayan yang gak suka toak.”

“Siapa?”

“Aku!”

Pipit tertawa cekikikan melihat Arjun menunjuk ke arah dirinya sendiri yang memang tidak suka minum minuman memabukkan.

“Ah, iya maaf  Jun, Kamu memang beda ya..”

“Maksudnya?”

“Ya… tidak seperti pemuda nelayan yang lain, udah sholeh enggak suka minum toak lagi.”

“Gak usah terlalu berlebihan mbak biasa aja.”

“Emang iya kan, ya udah Aku balik dulu udah larut.”

“Iya Mbak hati hati.”

“Arjun, bisa tolong jangan panggil Aku mbak, cukup panggil Pipit saja.”

“Ya, baiklah”

 Pipit tersenyum senyum sendiri di dalam kamarnya, membayangkan tingkah Arjun yang memang beda dengan pemuda nelayan lain di kampungnya.

 Semenjak hari itu hubungan Pipit dan Arjun semakin akrab, bahkan mereka sering terlihat jalan bareng kalau Arjun sedang tidak berlayar. Orang tua Pipit pun tahu tentang hubungan mereka.

“Kamu suka sama Arjun?” Tanya jurangan pada anak perempuannya suatu malam saat tengah kumpul keluarga.

Pipit tersenyum menganggukan kepala.

“Iya pak, Arjun beda dengan anak buah bapak yang lainnya.”

“Ya.. Bapak juga suka, Dia pekerja keras, paling rajin membersihkan perahu.”

“Ibu juga setuju pak, kalau Pipit kita jodohkan sama Arjun.’ Sang Ibu menyahut.

“Itu bisa diatur yang penting kamu lulus kuliah dulu.”

 Percakapan malam itu membuat Pipit bahagia, karena hubungannya dengan Arjun direstui kedua orang tuanya.

“Arjun……” Teriak Pipit di pinggir pelabuhan memanggil nama Arjun yang tengah membereskan alat alat yang ada di perahu.

“Arjun….” Teriak Pipit lagi, Arjun menoleh

“Apa..?”

“Bisa turun sebentar.”

“Emang ada apa?”

“Turun lah..”

“Kamu aja yang naik kesini’ Pinta Arjun supaya Pipit naik ke perahu.

“Tidak..tidak…tidak.. Arjun tolonglah turun sebentar.”

“Emang ada apa sih?”

“Ada yang ingin Aku omongin sama Kamu.’

“Ya udah ngomong aja.’

“Haruskah Aku berteriak? Arjun…”

“Ya..ya.. tunggu sebentar.”

 Pipit segera menarik tangan Arjun saat sudah berada di depannya, Ia membawa kekasihnya melangkah menuju tepi pantai paling ujung.

“Kenapa di sini?”

“Karena Aku ingin angin yang berhembus, ombak laut dan tepi pantai ini menjadi saksi apa yang ingin Aku omongin sama Kamu.’

“Memang apa yang ingin Kamu omongin?”

“Arjun, Bapak sama Ibu sudah tahu tentang hubungan Kita.”

“Lalu?”

“Mereka merestui hubungan Kita!”

“Benarkah?”

Pipit mengangguk dan tersenyum penuh dengan semangat kebahagiaan.

“Pipit, ada satu hal yang harus Kamu tahu tentang Aku.”

“Apa?”

“Ini menyangkut tentang keluargaku.”

“Kamu tak perlu risau Arjun, Danang sudah cerita semua tentang Kamu,

“Danang?”

“Iya, dan keluargaku tidak mempermasalahka hal itu, mereka tetap menerima dirimu dengan segala kekuranganmu Arjun.”

“Sungguh kah?”

Pipit mengangguk, Mereka memandang hamparan laut lepas dan langit yang mulai berubah warna jingga dengan berpegangan tangan erat sekali seakan memang tidak ada yang mampu melepaskannya.

“Arjun, Untuk melanjutkan hubungan ini maukah Kau menungguku?”

“Berapa lama Aku harus menunggumu?”

“Sampai Aku lulus kuliah.”

“Kapan Kamu kembali ke Surabaya?”

“Besok!”

Arjun memandang wajah Pipit, memegang erat kedua tangannya.

“Seberapa lama waktu yang Kau berikan padaku, Aku akan selalu menunggumu di sini di tempat ini.’

“Kamu tidak akan menghianati cinta Kita kan Jun?”

“Coba Kau tatap mataku, apa Kau menemukan sebuah keraguan di sana, apakah Aku terlihat seperti pemuda nelayan yang ada di desa ini? Ngerokok, suka nongkrong di warung kopi, minum toak atau bahkan suka gonta ganti pacar.”

Pipit menunduk lalu menatap kembali mata Arjun, Ia menggelengkan kepala.

“Kamu memang beda Arjun.’

“Aku akan setia sama Kamu, bahkan jika maut memisahkan cinta ini akan tetap ada dan jatuh pada orang yang sama yaitu Kamu Pit.”

“Arjun..”

Pipit memeluk tubuh Arjun dan enggan tuk melepaskannya. Mereka benar benar hanyut dalam sebuah rasa, sampai sampai mereka tak menyadari kalau senja telah bersembunyi dibalik awan gelap.

Pos terkait