RAHASIA BINTANG; Rajutan Cinta Kirana (Part 5-Terakhir)

Bersama pasangan yang kita cintai dan kita sayangi keindahan seringkali berdampingan dengan rasa sakit dan kebencian, kesabaran adalah kunci untuk menghadapi segalanya bisa berjalan dengan baik dan bersikap bijaksana adalah solusi memecahkan segala kekurangan dari masing-masing pasangan.

Malam hari saat Kiran tengah duduk sendirian di teras rumahnya tiba tiba temannya datang menemuinya.

“Kiran!”

Bacaan Lainnya

“Syifa?”

“Kamu tidak lagi sibuk kan?”

“Tidak, mari masuk.”

“Di sini saja.”

Syifa menemani Kiran duduk di teras rumah di pandanginya wajah sahabatnya itu masih terlihat murung.

“Kiran!”

“Iya!”

“Soal tadi siang.”

“Maafkan Aku Syifa tadi siang Aku meninggalkan kalian di pantai.”

“Ini bukan masalah meninggalkan Kiran.”

“Lalu?” Tanya Kiran sambil menatap wajah Syifa ada banyak tanda tanya di sana.

“Kamu kenapa sih? Kamu lagi ada masalah? Kamu tak pernah bersikap seperti itu sama Kita Kiran.”

Kiran menghirup udara malam dalam dalam dan menghembuskannya namun enggan tuk menjawab pertanyaan yang muncul dari mulut sahabatnya itu.

“Beberapa hari ini sikap Kamu berubah semenjak pulang dari desa.” Lanjut Syifa yang masih penasaran dengan jawaban yang akan di berikan oleh Kiran.

Kiran menatap wajah Syifa Ia sadar tak seharusnya dia bersikap seperti itu pada teman temannya terutama pada Syifa karena dialah satu satunya sahabat yang mengerti dirinya dan mampu menjaga semua rahasianya. Sudah seharusnya dia menjawab pertanyaan sahabatnya itu supaya bisa mengurangi sedikit bebannya.

Kiran menatap kelamnya langit terselimut awan gelap, bintang bintang bertaburan di angkasa sana kelap kelip sinarnya menyejukkan mata yang memandangnya.

“Semua ini gara gara dia.” Kata Kiran menundukkan kepala

“Dia siapa?”

“Bintang!”

“Siapa Bintang?”

“Teman Aku di desa, dia selalu ada di saat Aku resah dia sering buat Aku tertawa karena dia Aku jadi betah ada di sana, namun tiba tiba saja dia menghilang saat Aku mau kembali ke rumah bahkan Aku belum sempat berpamitan sama dia.” Terang Kiran, Syifa mengelus pundak Kiran, mencoba menenangkan sahabatnya yang mulai dilanda gunda gulana.

“Apa Kamu sudah mencoba mencari di rumahnya?”

“Aku cuma memandangnya dari jauh dan rumahnya terlihat sepi.”

“Mungkin dia lagi ada urusan atau apa, nanti kalau kesana Kamu bisa tanyakan padanya tentang hal itu.”

“Ya, Aku berharap bisa bertemu dengannya lagi.”

“Sekarang Kamu tak perlu bersedih lagi semangat dong mana wajah Kiran yang ceria.”

Kiran tersenyum, sahabatnya yang satu ini selalu punya cara untuk membuatnya bahagia.

“Terimakasih Syifa Kamu sudah mau mendengar semua keluhanku.”

“Iya sama sama, kalau begitu besok kita jadi ke pantai lagi kan sama teman teman!”

Kiran tersenyum dan menganggukkan kepala. Syifa pun berpamitan pulang.

***

 Kiran berdiri di depan rumah megah di seberang rumah neneknya sudah hampir lima belas menit dia berdiri di sana, rumahnya terawat namun sepi mungkin penghuninya pergi pagarpun di gembok.

 Hari ini adalah hari ke tiga Kiran di rumah neneknya dalam rangka liburan tahun baru dan sudah tiga hari pula Kiran mengamati rumah yang ada di depannya yaaitu rumah Bintang. Setelah di rasa cukup lama berdiri Kiranpun melangkah dan berjalan menuju ladang, seperti pertama kali datang ke sini dan sebelum mengenal Bintang hati Kiran berubah jadi resah tidak betah seakan tidak ada yang menarik lagi di sini.

  Merasa bosan Kiran pun segera kembali saat dalam perjalanan pulang Ia melihat seorang gadis tengah duduk di sebuah gubuk wajah gadis itu sudah tidak asing bagi Kiran, Ia pernah melihat wajah gadis itu dalam sebuah gambar namun kini gadis itu benar benar nyata ada di hadapannya, segera Ia menghampiri gadis itu entah ini adalah suatu kebetulan atau memang takdir tuhan.

“Yuan!” Sapa Kiran, gadis yang di panggilnya itu pun terkejut melihat kedatangan Kiran karena dia merasa mengenalnya.

“Siapa Kamu?”

“Namaku Kiran.”

“Apa Kita pernah ketemu sebelumnya?”

“Tidak.”

“Darimana Kamu tahu namaku.”

“Bintang cerita semua tentang Kamu.”

“Bintang?” Tanya Yuan tidak mengerti dari mana gadis di hadapannya itu mengenal Bintang, Yuan merasa ada yang tidak beres.

“Iya, ada sesuatu yang ingin Aku tunjukkan sama Kamu.”

Kiran menarik tangan Yuan mengajaknya ke suatu tempat dimana Ia pernah melihat Yuan untuk pertama kalinya.

Saat sampai di tempat tujuan Yuan merasa terkejut melihat sebuah bangunan di hadapannya.

“Ini kan… gudang…”

“Tempat penyimpanan hasil panen orang tuanya Bintang kan? Tapi setelah sawah dan ladangnya terjual gudang ini sudah tak terpakai lagi.”

Kiran membuka pintu gudang itu, alangkah terkejutnya Yuan melihat isi di dalam gudang tersebut beragam lukisan memenuhi dinding dinding ruangan.

“Yuan.” Panggil Kiran yang berdiri di depan sebuah ruangan dengan membawa lukisan Yuan yang tertutup kain putih.

Yuan tertegun melihat wajahnya ada di sebuah kanvas yang di sapu oleh kuas dengan paduan warna yang harmonis Ia merasa seolah bercermin melihat lukisan dirinya, namun hal ini masih membuat Yuan tidak mengerti Bintang yang Ia kenal bukanlah orang yang ahli dalam bidang ini.

“Apa ini adalah hasil karya Bintang.”

“Iya, bukan Cuma ini masih banyak lukisan Kamu yang lain di dalam masuk lah.”

Alangkah terkejutnya Yuan melihat seisi ruangan penuh dengan lukisan dirinya.

“Bintang berpesan padaku untuk menunjukkan ini padamu, dan memberikan yang ini padamu.”

“Tidak.. ini tidak mungkin.”

“Apanya yang tidak mungkin Yuan?”

“Ini bukan hasil karya Bintang, Kamu salah Kiran.”

“Apa maksud Kamu?”

“Yang Aku tahu Bintang tidak pandai melukis.”

“Tapi Aku pernah melihat sendiri dia melukis.”

“Itu pasti orang lain!”

“Aku tidak mengerti.”

“Sekarang katakan padaku sejak kapan Kamu mengenal Bintang?”

“Beberapa bulan lalu tepatnya di bulan Juni waktu Aku liburan ke sini.”

“Sudah jelas sekarang, yang Kamu kenal itu orang lain Kiran bukan Bintang.”

“Aku masih tidak mengerti.”

Yuan memegang ke dua pundak Kiran berharap Ia mau menerima apa yang akan di katakannya.

“Kiran.. sebenarnya… Bintang sudah meninggal satu tahun yang lalu.”

“Apa!” Kata Kiran syok dengan apa yang barusan di katakan oleh Yuan.

“Tidak Yuan Aku tidak percaya, jelas jelas dia datang padaku menunjukkan semua dan menitipkan pesan ini padamu.”

“Kalau Kamu tidak percaya, sekarang ikut Aku.”

Kini giliran Yuan yang menarik tangan Kiran sambil membawa lukisan Yuan bersamanya..

***

Yuan mengajak Kiran menuju Tempat Pemakaman Umum melewati beberapa kuburan hingga akhirnya sampailah mereka ke salah satu kuburan yang batu nisannya bertuliskan nama Bintang.

 Kiran rasanya ingin pingsan melihat sebuah kenyataan di hadapannya. Kalau memang benar Bintang sudah meninggal lalu siapa orang yang Ia kenal dengan menyamar sebagai Bintang, tidak mungkin kalau iti adalah arwah Bintang, apa iya arwah seseorang yang sudah meninggal bisa menjabat tangannya memboncengnya sepeda.

“Sekarang Kamu percaya kan Kiran?”

Kiran terpaku di depan kuburan masih belum yakin dengan apa yang di lihatnya.

“Bisa Kamu ceritakan bagaimana Bintang meninggal?”

“Waktu itu Aku sudah pindah ke surabaya, Aku mendengar kabar dari orang tuanya lewat telepon, Bintang meninggal karena sakit, Aku menyesal saat dia sakit Aku tidak ada dan Aku tidak sempat datang ke sini karena tugas papa terlalu banyak sehingga baru tadi pagi Aku sampai di sini.”  Kata Yuan menjelaskan sambil menaburkan bunga di kuburan Bintang.

 Setelah pulang dari pemakaman Kiran merebahkan tubuhnya di kasur Ia lepas cincin pemberian Bintang Ia bolak balik cincin tersebut hingga tanpa sengaja pandangan Kiran tertarik pada bagian dalam cincin, Kiran terbangun Ia amati bagian dalam cincin itu, jika namanya terukir di bagian luar cincin, nama orang lain justru terukir di bagian dalam cincin, selama ini Kiran memang tidak begitu memperhatikan. Kiran terkejut membaca ukiran nama tersebut yang jelas bukan nama Bintang.

***

Dua bulan kemudian…

“Kiran!” Panggil Ibunya saat Kiran baru saja pulang dari  acara bersama teman temannya.

“Ada apa bu?”

“Tadi ada yang mencarimu seorang laki laki.”

“Siapa?”

“Ibu tidak tahu katanya teman Kamu dari desa dan dia memberikan bingkisan itu buat Kamu.” Kata Ibu menunjuk ke sebuah bingkisan persegi sekitar ukuran 50 X 60cm dan di bungkus kertas berwarna coklat yang terletak di atas kursi.

Kiran menghampiri bingkisan itu dan membukanya, sebuah lukisan dirinya terpajang di sana dan sudah dimasukkan dalam sebuah bingkai foto ukuran 20R, Kiran tahu siapa orang sudah memberikan lukisan itu padanya.

“Kemana dia sekarang bu?” Tanya Kiran berharap sang pengirim masih ada di sekitar rumahnya.

“Katanya dia mau jalan jalan ke pantai dulu sambil menunggu Kamu pulang.”

 Kiran meletakkan kembali lukisan itu yang sudah setengah terbuka lalu keluar rumah berlari menuju pantai. Desiran ombak yang tenang di padu desauan angin sepoi sepoi membuat suasana pantai begitu bersahabat untuk hari ini. Kiran mempercepat langkahnya sambil mengarahkan pandangannya ke setiap sisi pantai, hingga tiba matanya pun tertuju pada seorang laki laki yang berdiri di sisi perahu layar yang terombang ambing karena gelombang arus laut.

 Sebuah jaket hitam membungkus tubuhnya, kedua tangan masuk kedalam saku sisi kanan dan kiri jaket. Kiran yakin dia adalah orangnya dengan tinggi badan yang sama dan potongan rambut yang sama. Kiran segera menghampiri laki laki tersebut.

“Apa Kamu merasa puas sudah menipu seseorang dengan berpura pura menjadi orang lain.”

Ada jedah sesaat sebelum Kiran melanjutkan kata katanya

“Surya.”

Merasa ada yang memanggil atau mengetahui identitasnya laki laki itu pun menoleh, seorang gadis berdiri tidak jauh darinya hanya tiga langkah dari dirinya, gadis yang pernah di kenalnya beberapa bulan lalu yang selalu menemani hari harinya waktu di desa dan gadis yang Ia juluki anak pesisir ada di hadapannya.

“Aku minta maaf, tak seharusnya Aku memperlakukanmu seperti itu.”

“Lalu kenapa Kamu tetap melakukannya?”

“Karena Kamu bukan Yuan.”

“Maksud Kamu?”

“Kalau Aku sendiri yang bertemu Yuan mungkin Aku memakai nama asliku tapi Tuhan berkehendak lain Aku justru di pertemukan sama Kamu spontan Aku menyebut nama Bintang di hadapanmu dengan alasan jika Kamu ketemu Yuan Kamu bisa menyampaikan amanat Bintang padanya.”

“Jadi lukisan lukisan itu…?”

“Semua itu adalah hasil karyaku Bintang sama sekali tak bisa melukis dia yang menyuruhku untuk melukis wajah Yuan sebelum dia meninggal.”

“Apa hubungan Kamu dengan Bintang?”

“Dia adalah kakak ku.”

“Kakak?”

“Iya banyak yang tidak tahu kalau Kami bersaudara termasuk Yuan karena dari bayi Aku di asuh oleh Ibu angkatku yaitu bibi ku sendiri dan Kami tinggal di Malang.”

Beberapa jedah mengheningkan percakapan diantara mereka hanya suara gemuruh ombak yang sesekali menabrak karang memecah keheningan.

“Beberapa hari lalu Aku datang ke desa dan Aku melihat lukisan Yuan sudah tidak ada Aku yakin kalau Kamu sudah memberikan lukisan itu padanya, untuk itulah Aku kemari.”

“Jadi Kamu datang ke sini hanya untuk menanyakan lukisan Yuan.”

“Tidak juga,  tapi lebih dari itu Aku ingin meminta maaf padamu dan menjelaskan semua alasan Aku melakukannya dan sekarang Aku siap untuk Kamu benci.”

Kiran tersenyum Ia berjalan beberapa langkah hingga memposisikan sejajar dengan tempat Surya berdiri masih dengan pandangan yang berlawanan.

“Anak pesisir tak semudah itu membenci seseorang Surya.”

Surya membalikkan badannya membuatnya satu arah pandang dengan Kiran.

“Jadi Kamu memaafkan Aku?”

“Anggap saja iya meski alasan  yang Kamu buat sedikit tidak masuk akal bagiku. Lalu kemana Kamu setelah malam itu kenapa tiba tiba menghilang?”

“Aku minta maaf tak sempat berpamitan sama Kamu  sebelum subuh Aku sudah harus kembali ke Malang.”

“Aku masih bingung dengan satu hal Surya.”

“Apa?”

“Haruskah Aku mengenalmu sebagai Bintang yang datang memberiku cahaya dalam gelap walau hanya sesaat atau Sebagai Surya yang datang menyamar sebagai orang lain untuk menyalurkan cahayanya?”

“Terserah Aku akan terima apapun keputusanmu Kiran.”

Untuk beberapa saat percakapan mereka tetap berlanjut dengan gurauan gurauan yang hanya dimengerti mereka.

Selesai

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *