Hari ini Aku sudah di perbolehkan pulang, infus yang menempel sudah di cabut, kaki ku sudah ringan untuk di ajak jalan, Aku benar benar sudah sembuh meski Ayah masih harus menebus beberapa obat di apotik untuk Aku minum.
Meski sudah berada di rumah, Aku masih belum bisa melakukan aktifitas ku seperti biasa, Aku harus istirahat dulu di rumah untuk beberapa hari ke depan, untuk memulihkan dan memastikan kalau Aku benar benar sembuh total.
Laki laki yang Aku bicarakan sama Maya beberapa hari lalu datang menjenguk. Raja. Dia datang dengan membawa seikat bunga dan beberapa buah yang sudah terbungkus parsel.
“Bagaimana keadaanmu Ana?” Tanyanya sambil menyerahkan pemberiannya.
“Sudah lebih baik.” Jawabku sambil menerima pemberiannya dan ku letakkan di meja.
Ku persilahkan dia duduk dan menyuguhkan minuman untuknya.
“Maaf An, selama Kamu di rumah sakit Aku tak bisa menjengukmu karena Aku ada di luar kota.”
“Iya tak apa.”
“Soal Wahyu…”
“Sudahlah Raja, biarlah itu berlalu mungkin ini sudah nasibku.”
Aku mencoba terlihat tenang di hadapannya, meski sebenarnya Aku tak bisa menghilangkan duka itu.
“Kamu jangan berkecil hati Ana, sebagai temanmu Aku akan selalu ada dan membantumu kapanpun.”
Raja meletakkan kedua tangannya di atas pundakku seolah membuat Aku harus percaya padanya, tapi entahlah, Aku selalu bimbang bila mendengar kata katanya. Mungkin juga kata katanya barusan ada maksud lain.
“Maaf Raja, mungkin saat ini Aku masih ingin sendiri, bisakah kau pergi sekarang.”
Aku melepas kedua tangan Raja dengan sikap tenang Aku mencoba menjelaskan padanya untuk segera pergi. Raja hanya mengangguk, mungkin Ia kecewa karena tak menyuruhnya lebih lama main ke rumah, tapi ya sudahlah lain waktu Aku pasti akan mengundangnya ke rumah lagi.
Ku lihat Raja begitu berat meninggalkan rumahku sesekali Ia menengok ke belakang menatapku dengan tatapan yang tak ku pahami, Aku mencoba menangkis tatapan itu supaya Ia tak berharap lebih padaku.
Aku merebahkan tubuhku di atas kasur, ku tatapi lagit lagit kamarku lamunan ku menerawang jauh jauh sebelum Wahyu datang dalam kehidupanku. Ku bayangkan kembali sosok sosok yang pernah mengisi kekosongan hatiku dan semua berakhir sama seperti Wahyu.
***
Tiga tahun yang lalu untuk pertama kalinya, hatiku terketuk untuk seorang laki laki baik, pengertian, namanya Panji. Dan untuk pertama kalinya Aku merasakan yang namanya bahagia, ternyata ada laki laki yang begitu sayang padaku.
Panji menyatakan cintanya padaku dan dengan senang hati Aku menerimanya. Suatu hari Ia mengajakku makan malam, kitapun janjian ketemu di sebuah tempat yang sudah di tentukan.
Aku mulai bercermin dan mencoba beberapa pakaian, tapi semua tak ada yang bagus di mataku, semua seisi lemari Aku keluarkan. Mungkin ini rasanya untuk perrama kali dinner sama seseorang yang kita cinta, gugup, caru bsju yang bagus dan.. pokoknya gitu deh.
“Ana, apa apan ini.”
Maya tiba tiba masuk ke dalam kamar, dan melihat ruangan ini begitu berantakan pakaian ada di mana mana.
“Maya, menurut mu baju mana yang pas untuk Aku pakai malam ini?” Tanyaku sambil masih berdiri di depan cermin dengan menempelkan pakaian di tubuhku.
“Memang malam ini Kamu mau ke mana?”
“Panji, mau ngajak Aku dinner.”
“Panji?”
Aku hanya mengangguk dan tersenyum bahagia.
“Kamu jadian sama Panji?”
Dan Aku menjawab dengan anggukkan sekaligus senyuman, Maya terlihat bahagia Ia pun memelukku dan mengucapkan selamat padaku.
Maya mulai membantu memilihkan baju yang cocok untuk Aku pakai malam ini. Setelah mencoba beberapa pakaian, akhirnya pilihan terakhir yang menurut Maya lebih cocok untuk Aku pakai. Maya memberikan senyuman dan acungan jempol untuk diriku.
Dress warna biru navi dengan motif bordil bunga di bagian dada dan lengan menjadi pilihan. Sesekali Aku bercermin untuk memastikan penampilanku.
Perfect!
Aku segera keluar kamar, karena Aku tak mau Panji menunggu terlalu lama Aku segera berangkat, namun di depan pintu rumah laki laki lain sudah berdiri di sana. Raja.
Raja menatapku terheran, Ia pandangi diriku dari atas ke bawah lalu kembali ke atas.
“Ana? Mau kemana kamu dengan berpakaian seperti ini?”
“Maaf Raja, Aku buru buru.”
“Iya, memang Kamu mau kemana?”
“Aku ada janji sama seseorang.”
“Siapa?”
“Panji.”
“Mau Aku antar?”
“Tidak usah.”
Aku berlari membiarkan Raja tetap berdiri di depan rumah dan apa yang dia bawa tadi Aku tak begitu memperhatikan. Segera Aku naik grab yang sudah Aku order tadi dan meluncur menuju tempat di mana Kita akan bertemu.
Saat perjalanan sebuah notif pesan dari Panji menyatakan permintaan maafnya kalau dia telat datang.
Aku memilih tempat duduk yang pas, dekat jendela adalah tempat favorit, dengan bisa melihat luar pembicaraan akan lebih menyenangkan dan terkesan romantis.
Tiga puluh menit telah berlalu, Panji belum juga datang ku coba menghubungi ponselnya tapi tidak aktif. Aku mulai gelisah bercampur kecewa, Aku masih mencoba menunggunya.
Satu jam lebih dan malam semakin larut, Panji tetap tidak datang berulang kali Aku menghubungi nomornya masih tidak aktif, tak satupun makanan Aku pesan karena sengaja Aku menunggunya datang baru pesan, hanya teh botol yang jadi teman menunggu, itupun tak habis Aku minum.
Karena Aku menunggu terlalu lama, Aku memutuskan pulang dengan perasaan hampa. Aku benar benar kecewa, mungkinkah Panji hanya mempermainkan Aku saja?.
Sampai di rumah, Raja masih berdiri di sana, apa dia tidak pulang atau sengaja menunggu ku sampai datang.
“Raja, Kamu masih di sini?”
Raja menundukkan kepala, ada sesuatu yang Ia sembunyikan dariku.
“Ana, Aku sudah mencoba menghubungimu tapi tidak bisa.” Kata Raja terdengar terbata bata.
“Ada apa Raja, Kamu kenapa?”
“Panji…”
“Aku tahu dia tak datang.”
“Bukan itu masalahnya Ana.”
“Lalu apa?”
“Panji kecelakaan.”
“Apa?”
Aku terkejut, kaki ku terasa kaku ku coba menyandarkan tubuhku pada dinding rumah, rasanya sulit di percaya.
“Kalau Aku tahu tempat yang jadi pertemuanmu, Aku pasti sudah menyusulmu kesana, karena tak tahu Aku mencoba menghubungi nomor Kamu namun tetap tidak bisa.”
Penjelasan Raja mengingatkan Aku dengan kejadian beberapa jam lalu, Raja mencoba mengantarku tapi Aku sudah terlanjur memesan grab, dan ketika Aku menghubungi nomor Panji untuk kesekian kali mungkin saat itu juga Raja tengah menghubungiku untuk memberitahukan hal ini, maka dari itu panggilannya pun tak dapat tersambung.
Untuk pertama kalinya Aku patah hati dan itu rasanya sakit sekali, di tinggal mati orang yang Kita cintai sungguh sakit sekali dari pada di tinggal selingkuh.